Sen. Jun 9th, 2025
Djaka Budhi Utama
Djaka Budhi Utama: Harapan Baru Sri Mulyani, Kekhawatiran Para Aktivis

Djaka Budhi Utama Ditunjuk Jadi Dirjen Bea Cukai: Harapan atau Ancaman Reformasi?

Ada yang berbeda dari pelantikan pejabat tinggi negara kali ini. Sosok berpakaian sipil, berambut rapih dengan sorot mata tajam, berdiri tegak di hadapan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namanya Letjen TNI (Purn) Djaka Budhi Utama, pria yang kini resmi memegang kendali sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai Republik Indonesia.

Tapi tak semua mata melihatnya dengan kagum. Di balik seremoni pelantikan yang penuh protokol itu, ada perbincangan hangat, bahkan getir, di ruang-ruang publik dan lini masa media sosial.

Dari Militer ke Meja Bea Cukai

Djaka bukan sembarang purnawirawan. Ia adalah mantan Komandan Puspom TNI dan pernah menjabat Danpussenif TNI AD — posisi prestisius yang hanya diraih oleh mereka dengan catatan karier panjang dan gemilang.

Setelah diberhentikan dengan hormat dari TNI oleh Presiden Joko Widodo pada 24 Mei 2024, Djaka memasuki panggung baru: dunia fiskal. Ia kini tak lagi mengatur strategi militer, melainkan arus barang dan uang dari seluruh penjuru dunia yang masuk dan keluar dari Indonesia. Dunia yang berbeda, tapi sama kerasnya.

Di Balik Tegasnya Seragam, Tersimpan Luka Sejarah

Namun, latar belakangnya menjadi pusat sorotan. Djaka diketahui pernah tergabung dalam Tim Mawar, satuan yang disebut dalam kasus penghilangan paksa aktivis 1998. Meski tak semua nama dinyatakan bersalah secara hukum, warisan sejarah ini menjadi luka kolektif bangsa yang belum sepenuhnya sembuh.

Penunjukannya pun memunculkan kegelisahan. KontraS menyebut penunjukan ini sebagai sinyal mundurnya komitmen negara terhadap hak asasi manusia. Tak sedikit yang mempertanyakan: apakah sosok dengan masa lalu gelap bisa memimpin institusi yang menuntut keterbukaan dan akuntabilitas tinggi?

Bea Cukai: Bukan Sekadar Pintu Ekspor-Impor

Bea Cukai bukanlah lembaga biasa. Ia adalah penjaga gerbang ekonomi nasional, tempat di mana arus devisa, produk, bahkan isu perdagangan gelap melintas. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, institusi ini diguncang banyak kontroversi: dari pungli, penyelundupan barang mewah, hingga gaya hidup hedon oknum pegawainya.

Maka, penunjukan Djaka mengandung paradoks. Di satu sisi, ia diharapkan membawa ketegasan militer untuk menertibkan sistem yang sudah lama kusut. Tapi di sisi lain, apakah pendekatan komando cocok di era digitalisasi dan transparansi fiskal?

⚖️ Antara Harapan dan Kekhawatiran

Publik terbelah. Ada yang percaya Djaka bisa membawa “shock therapy” yang dibutuhkan Bea Cukai. Tapi ada pula yang cemas: pendekatan militeristik justru bisa mengikis budaya transparansi dan dialog dalam birokrasi modern.

Sri Mulyani pun tampaknya sadar akan dinamika ini. Dalam pidatonya, ia menekankan pentingnya “integritas dan pelayanan publik berbasis keadilan.” Sebuah sinyal halus bahwa jabatan ini bukan sekadar soal loyalitas, tapi juga moralitas.

Tantangan Djaka: Lebih dari Sekadar Menghitung Cukai

Tugas Djaka tak hanya soal menertibkan bandara dan pelabuhan. Ia juga harus menjawab tiga tantangan utama:

  1. Memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi Bea Cukai.

  2. Membangun sistem pengawasan digital dan modern yang tidak tebang pilih.

  3. Menjawab masa lalunya dengan kerja nyata yang berpihak pada kebenaran dan kepentingan rakyat.

Jika berhasil, Djaka bisa menjadi contoh langka: transisi dari kekuatan keras menuju kekuatan etis. Tapi jika gagal, penunjukannya bisa menjadi preseden buruk bagi reformasi birokrasi kita.

Penutup: Langkah Baru atau Jejak Lama?

Letjen (Purn) Djaka Budhi Utama kini bukan hanya dirjen, tapi simbol persimpangan jalan. Akankah Bea Cukai menjadi lebih bersih dan kuat, atau justru terjebak dalam bayang-bayang masa lalu?

Sejarah akan mencatat — bukan dari siapa dia berasal, tapi dari apa yang dia ubah.

By pbnpro

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *