Sab. Jun 7th, 2025

Nasi Goreng Basi untuk Anak Sekolah: Ini Bukan Salah Tekstur, Tapi Salah Sistem

Program MBG
Makanan MBG Bikin Siswa Sakit Perut dan Takut Makan Lagi

Seharusnya pagi itu menjadi momen yang membahagiakan bagi siswa-siswi SMPN 2 Bulukumba. Dengan semangat, mereka menyambut datangnya Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari pemerintah—program yang diklaim sebagai solusi stunting dan simbol perhatian negara terhadap masa depan generasi muda. Tapi siapa sangka, boks-boks nasi goreng yang datang justru menjadi awal dari kekhawatiran dan penolakan.

712 Nasi Goreng, 712 Kekecewaan

Aroma tak sedap menyambut mereka bahkan sebelum tutup boks dibuka. Nasi yang seharusnya hangat dan menggoda, justru terasa basah, berair, dan dalam beberapa kasus—basi. Para siswa, yang awalnya penasaran, akhirnya menolak makan. Beberapa yang terlanjur menyantap mengalami mual dan sakit perut.

Seorang siswa kelas IX dengan polos mengatakan, “Biasanya saya suka nasi goreng. Tapi tadi saya pikir itu nasi dingin bekas kemarin. Saya langsung berhenti makan.”

Penyedia Makanan Mengaku: Masalah Tekstur & Waktu

Vendor pengolah makanan MBG mengakui bahwa ada kesalahan teknis. Menurut pengakuan mereka, waktu penyajian terlalu sempit, alat masak terbatas, dan tenaga kerja tidak sebanding dengan jumlah paket makanan yang harus disediakan.

“Nasi jadi lembek karena tidak sempat ditiriskan benar. Kami tidak menyangka akan separah ini,” ujar salah satu pengelola dapur yang didatangi langsung oleh Wakil Bupati Bulukumba, Edy Manaf.

Ketika Harapan Disajikan dengan Tekstur Lembek

Program MBG seharusnya menjadi wujud nyata dari keberpihakan negara terhadap hak dasar anak-anak: nutrisi yang layak, akses pendidikan yang manusiawi. Namun yang terjadi di Bulukumba justru mencoreng semangat itu.

Alih-alih menumbuhkan semangat belajar, makanan MBG justru memunculkan trauma dan kekhawatiran. Di banyak kelas, terlihat siswa-siswi yang enggan membuka nasi boks mereka. Beberapa bahkan membawa bekal sendiri karena sudah tidak percaya.

Lebih dari Sekadar Makanan: Ini Tentang Kepercayaan

Program makan gratis bukan hanya soal nasi dan lauk. Ini tentang kepercayaan masyarakat pada pemerintah, tentang janji yang menyentuh dapur rumah rakyat, dan yang paling penting—tentang nyawa anak-anak bangsa yang harus dilindungi dari kelalaian sistemik.

Jika kejadian ini dianggap sebagai “kesalahan kecil”, maka risikonya bisa jadi besar. Bayangkan jika terjadi keracunan massal, atau trauma psikologis terhadap makanan bantuan yang mestinya menjadi penyelamat?

Perlu Rantai Kontrol, Bukan Cuma Rantai Makanan

Insiden ini menegaskan bahwa program sebaik apapun tak akan berarti jika pengawasan dan tanggung jawab lapangan tidak berjalan. Pemerintah pusat dan daerah harus memastikan rantai distribusi MBG bukan sekadar formalitas tender, tapi rantai kepercayaan—dari dapur ke meja makan anak sekolah.

Audit vendor harus transparan. Proses masak harus diawasi petugas gizi. Dan yang paling penting, suara siswa harus didengar.

By pbnpro

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *